Rabu, September 01, 2010

Ormas yang melakukan Kekerasan layak Di Bekukan


Organisasi Kemasyarakatan (ormas) yang melakukan pelanggaran hukum semestinya bisa dibubarkan. Apalagi, tensi kekerasan dengan tameng agama dan primordialisme cenderung meningkat.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Bambang Hendarso Danuri menegaskan ormas atau orsospol yang melakukan kekerasan secara berulangkali semestinya dapat dibekukan. Hanya saja, Bambang menegaskan, jika merujuk UU No 5 Tahun 1985, pembekuan ormas tersebut sulit dilakukan.
“Tapi karena belum diatur dalam UU No 5/1985, maka belum bisa dilakukan secara menyeluruh,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Gabungan dengan Komisi II, III, dan VIII di Gedung DPR, Senin (30/8).
Dalam pemaparan tersebut, Kapolri menyebutkan, ada 107 tindakan kekerasan dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) sejak tahun 2007 hingga 2010. Dari jumlah tersebut, Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Betawi Rempug (FBR) mendominasi aksi kekerasan.
Sepanjang 2007-2010 terdapat 107 kekerasan yang dilakukan ormas baik berbasis keagamaan maupun primordialisme. Ia menuturkan pada 2007 sebanyak 10 kali tindak kekerasan, 2008 sebanyak 8 kali dilakukan oleh FPI dan FBR.
Kemudian terus meningkat pada 2009 menjadi 40 kali dilakukan oleh FPI, FBR, dan Barisan Muda Betawi, serta 2010 sebanyak 29 kali dilakukan oleh FPI. “Semua kasus disidik, sebanyak 36 kasus sudah P21 (berkas dinyatakan lengkap),” ujarnya.
Terkait desas-desus yang beredar di tengah publik tentang adanya beckingan dan binaan pejabat terhadap ormas yang acap melakukan kekerasan, Kapolri yang baru melakukan cuti selama seminggu karena sakit ini menyebutkan hingga saat ini tidak ada pembuktian secara yuridis formal terkait informasi tersebut.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan sulit untuk mendata ormas atau orsospol yang tidak mendaftarkan diri ke Kemendagri.
Apalagi, sambung bekas Gubernur Sumatera Barat ini, tidak ada sanksi bagi ormas yang tidak mendaftarkan diri. “Perkembangan ormas pasca reformasi pada 2005 sebanyak 3.000. Nah, pada 2010 yang terdaftar di Kemendagri untuk ormas tingkat pusat sebanyak 9.000 ormas,” paparnya.
Rapat Gabungan yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso juga dihadiri Wakil Ketua DPR Pramono Anung, Ketua Komisi II Chaeruman Harahap, Ketua Komisi III Benny K Harman, serta Ketua Komisi VIII Abdul Kadir Karding.
Sedangkan dari unsur pemerintah selain dihadiri Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan Mendagri Gamawan Fauzi juga dihadiri Menkopolhukam Djoko Suyanto, Menkumham Patrialis Akbar, Jaksa Agung Hendarman Supandji, serta Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutanto.
Saat mengawali rapat yang mewakili unsur pemerintah, Menkopolhukam Djoko Suyanto menegaskan UU No 5 Tahun 1985 tentang Ormas dalam perkembangannya tidak sesuai dengan nilai demokrasi.
“Selayaknya, kita pikir bersama untuk diadakan perubahan seperlunya. Kemendagri telah susun kembali ormas No 8/1985 yang saat ini sudah dibahas dan finalisasi oleh Kemendagri,” papar Djoko.
Dalam sesi tanya jawab, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mempertanyakan komitmen pemerintah terkait kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama maupun primordialisme.
“Saya bertanya posisi negara dimana? Apakah pemerintah tidak mampu untuk menertibkan organisasi yang tidak kuat-kuat amat itu? Kita meragukan dan mempertanyakan langkah polisi seperti apa,” tandas Malik yang juga Sekretaris Jenderal PP Gerakan Pemuda Ansor.
Sedangkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN Andi Anzhar Cakra Wijaya justru menilai fungsi pengawasan yang dilakukan Polri terhadap ormas sudah benar. Ia justru mempertanyakan peran Kemendagri dan Gubernur.
“Jadi saya keberatan kalau ormas membuat kerusuhan, harus dilihat dimana pokok permasalahannya,” ujarnya yang juga menjabat sebagai Dewan Pembina Forum Betawai Rempug (FBR).
Meski telah disinggung Kapolri bahwa FBR merupakan salah satu ormas yang kerap melakukan tindakan kekerasan, Anzhar yang juga putera mantan Jaksa Agung Andi Ghalib ini menegaskan semua pihak harus bersyukur dengan keberadaan FBR. “Karena mampu mengidentifikasi preman-preman. Kalau tidak ada FBR naudzubillah, banyak preman,” ujarnya enteng.
Dalam rapat gabungan itu telah disepakati beberapa kesimpulan penting di antaranya mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum agar bertindak tegas terhadap perilaku kekerasan dan anarkis oleh siapapun yang meresahkan masyarakat dan menganggu ketertiban umum.

Tidak ada komentar: