
SURABAYA, Suara Indonesia News - Untuk pertama kali -sejak kasus ijazah instan mencuat--Rektor Universitas Teknologi Surabaya (UTS) Yuliati bersedia diwawancarai wartawan. Kemarin, rektor yang selalu berpenampilan feminin itu mengklaim bahwa kampusnya telah menerima mahasiswa transfer dari hampir seluruh perguruan tinggi di Surabaya.
"Tidak hanya perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi negeri juga," ucapnya ketika ditemui di kantornya, kemarin. Dulu, lanjutnya, UTS selalu berusaha mengonfirmasi keabsahan dokumen mahasiswa transfer ke perguruan tinggi asalnya. "Tapi usaha kami itu tak pernah ditanggapi. Jadi, untuk apa lagi kami mengecek," ucapnya tanpa bersedia menyebut kampus mana saja yang pernah dihubungi untuk kepentingan tersebut.
Belajar dari pengalaman itu, Yuliati memutuskan untuk menerima begitu saja transkrip nilai mahasiswa pindahan dari kampus mana pun. ''Sekali lagi, itu kami lakukan karena permintaan verifikasi tak pernah ditanggapi,'' tambahnya.
Kalau memang yakin tak ada masalah dengan transkrip nilai tersebut, mengapa harus ada mekanisme memundurkan dua tahun nomor pokok hampir semua mahasiswa transfer? Yuliati tidak bersedia menjawab pertanyaan tersebut.
Die menjelaskan, sejak adanya otonomi kampus pada 2001, semua perguruan tinggi berhak mengatur kurikulum dan membuat ijazahnya sendiri. Untuk itu, prosedur pendaftaran mahasiswa menjadi semakin simpel. "Khususnya untuk mahasiswa transfer. Cukup menyerahkan transkrip nilai dan tidak membutuhkan surat keterangan pindah dari perguruan tinggi asalnya,'' paparnya.
Soal asli atau tidak, Yuliati mengaku lepas tangan. Bahkan dia menyebut kampusnya sebagai korban. "Kalau ternyata palsu, ya jangan salahkan kami. Seharusnya polisi bisa menindak dan menangkap pemalsunya," urainya. Terkait sikap kampusnya yang tidak pernah menjalankan kewajiban mengisi data Evaluasi Program Studi Berdasarkan Evaluasi Diri (EPSBED), Yuliati beralasan terkendala masalah teknis. Untuk bisa mengisi EPSBED, sebuah kampus harus memenuhi beberapa persyaratan. Di antaranya, syarat tersedianya 20 dosen yang memiliki nomor induk dosen nasional (NIDN) untuk setiap 100 mahasiswa. Padahal, UTS hanya memiliki 5 dosen yang punya NIDN. "Silakan di cek di kopertis. Mereka pasti tahu," katanya.
Apakah itu bukan berarti UTS tidak memenuhi syarat perbandingan mahasiswa dengan dosen? Yuliati tak tegas menjawab hal ini. "Ya begini ini kondisi kami," ucapnya. Dia lebih suka menceritakan pengembangan kampus UTS ke depan. Misalnya, rencana memerger UTS dengan ITPS. "Tapi ini bukan gara-gara kasus ijazah instan lho. Murni rencana kami sejak lama,'' ucap rektor yang rambutnya selalu dicat tersebut.
Dia menjelaskan, merger itu ditujukan agar penyelenggaraan perkuliahan di kampusnya lebih efisien. "Mungkin karena itu, sempat terjadi kebingungan apakah Pak Jaelani itu pembantu rektor I UTS atau ITPS," tambahnya.
Penjelasan Yuliati itu terkait peryataan Dekan FE UTS Heri Sudarsono di kepolisian yang mengira bahwa Jaelani adalah pembantu rektor I UTS. Pada saat yang sama, Jaelani menegaskan bahwa dirinya pembantu rektor di ITPS.
Di bagian lain, polisi terus mengembangkan penyidikan kasus ijazah instan. Yang menjadi bidikan terbaru adalah para koordinator pencari mahasiswa. Dari sana, petugas berencana mengembangkan penyidikan dan mencari lebih banyak keterangan untuk memastikan alur pidana kasus itu.
Salah satu yang dibidik adalah pria berinisial Ktl. Dari penelusuran polisi, diduga kuat Ktl bukan merupakan koordinator resmi, melainkan kaki seorang koordinator resmi yang berinisial Gg. Informasinya, UTS mematok harga Rp 4,9 juta, kemudian dijual Gg ke Ktl seharga Rp 7 juta. Kepada pemesan. Ktl mematok harga Rp 8 juta. "Gambaran umum kasus ini sudah ada dalam bayangan kami. Kesaksian Ktl tinggal melengkapi saja,'' kata seorang penyidik yang ikut menangani kasus tersebut.
Di bagian lain, Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Syahardiantono menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan sistem penelusuran dari bawah dalam mengusut kasus ijazah instan. ''Kami tak ingin ada kesaksian yang tercecer. Penyidikan kami akan terus merambat ke atas,'' tegasnya. ''Jangan khawatir, kami tetap serius dan ingin cepat menyelesaikan kasus ini juga,'' tambahnya. (RED)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar