Kamis, Oktober 30, 2008

Irjen Pol Susno Duadji : Jangan Jadikan Tersangka sebagai ATM


Bintang di pundak Susno Duadji segera bertambah menjadi tiga menyusul pelantikannya sebagai Kabareskrim pada Jumat lalu (24/10). Sejumlah PR menanti, terutama soal profesionalitas penyidik, sehingga kasus salah tangkap seperti yang menimpa Kemat cs di Jombang tak terulang.


Apa yang akan Anda lakukan saat Kapolri menyatakan bahwa program tiga bulan pertamanya akan ''bersih-bersih''?

Sebagai Kabareskrim, saya bukan komandan satuan seperti sebagai Kapolda Jawa Barat. (Kabareskrim) itu staf Kapolri. Saya akan melakukan apa yang menjadi kebijakan Kapolri tanpa reserve. Saya akan melakukan apa yang sudah menjadi job description posisi itu. Hanya, yang mungkin saya lakukan adalah teknis dan gaya yang berbeda. Program dan skala prioritas kan sudah jelas seperti yang dibrifing oleh Kapolri kepada semua perwira tinggi dan juga telah dicanangkan Kapolri dalam fit and proper test-nya di DPR. Itulah acuan saya. Nah, sekarang tinggal bagaimana supaya semua itu efektif berjalan di bareskrim. Ini adalah seni pimpinan fungsi. Untuk dapat saya menjelaskan (seni memimpin), saya harus kenali dulu organisasi yang saya pimpin itu. Kenali sifat direktur-direkturnya dan budaya kerja mereka.

Ada yang menilai Anda tidak paham serse karena belum pernah berdinas di Bareskrim Polri?

Benar, saya tidak pernah berdinas di bareskrim. Tapi, seumur hidup saya sebagai polisi, saya selalu di lingkungan serse. Jadi, kalau ada yang menyebut saya tidak pernah di serse, (keliru) karena hidup saya ini dibesarkan di serse. Sejak letda (lulus Akpol), saya menjadi serse di Jawa Tengah (Polres Wonogiri). Saya juga pernah menjabat Kabagserse di Polwil (Banyumas). Saya juga perumus beberapa undang-undang yang dipakai serse. Misalnya, UU Korupsi, UU Money Laundering, UU HAM, UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Saya mewakili Polri dalam perumusan UU itu, dalam kapasitas saya di divbinkum.

Jadi, selama ini Anda lebih di belakang layar?

Tidak karena kajian-kajian hukum tentang persoalan serse ada di tangan saya waktu itu. Saya juga belajar serse mulai disjurdas perwira serse, disjurlan perwira serse, senior serse, hingga saya sekolah masalah-masalah keresersean. Mulai soal teror di Amerika hingga saya sekolah pendanaan teroris di Eropa. Tak pernah saya besar di (fungsi) lalu lintas, tapi di serse. Orang serse memang tidak selalu harus identik dengan bareskrim, tapi harus orang yang di lapangan.

Kapolri meyatakan, Anda menandatangani kontrak kerja yang berisi program Anda selama tiga bulan. Jika tidak mampu, Anda harus mundur?

Program kerja saya tentu tidak hanya tiga bulan, tapi setiap hari. Saya bertanggung jawab kepada Kapolri secara dinas. Dan, secara nondinas, saya bertanggung jawab kepada masyarakat. Anda juga bisa melihat bagaimana saya di Jawa Barat. Jangan tanya saya dan polisi, tapi tanya masyarakat. Anda bisa cek di internet, Google, nama saya dan Anda akan ketemu puluhan ribu tentang saya. Macam-macam tentu isinya. Bareskrim itu kan sebagai penegak hukum dan pembina fungsi, tentu itu yang akan saya kontrakkan. Terserah atas (pimpinan) untuk menilai saya nanti dan saya tidak akan membantah. Itulah bentuk loyal. Loyal itu kan bukan karena diberi jabatan, tidak diberi jabatan dan tidak ngomel itu loyal. Kalau kurang mampu, dicopot, dan kalau perlu saya mundur, itu yang terbaik. Mundur itu juga loyal. Jangan sampai mempersulit pimpinan.


Adakah prioritas penyelesaian kasus seperti rekening mencurigakan milik pati Polri yang diungkap PPATK, tempat Anda dulu berdinas?

Kasus per kasus itu kan pada tataran lapangan. Pada tataran Kabareskrim, dia sebagai pembina fungsi penyidikan. Jadi, dia sudah masuk grand strategy, dia bicara makro soal percepatan penyidikan, dan sebagainya. Soal teknis penyidikan berada pada direktur dan lebih teknis kepada penyidik. Jadi, nanti tidak lagi Kabareskrim mencampuri satu per satu soal teknis. Tapi, sebagai Kabareskrim, tentu harus tahu supaya tidak dibohongi. Dia harus paham hukum dan ilmu pembuktian. Nah, dia harus berpikir ke depan bagaimana strategi penyelesaian perkara dan kasus-kasus supaya lebih maksimal. Bagaimana supaya anggota tidak pungli, bagaimana memberikan pelayanan terbaik dalam bidang penyidikan. Gambaran semua sudah saya punya. Tapi, saya belum bisa mengungkapkan karena belum berdiskusi dengan anggota. Saya kan bukan dukun. Soal kasus rekening mencurgikan itu sudah diselesaikan Pak Tanto (mantan Kapolri Jenderal (pur) Pol Sutanto, Red). Tapi, memang tidak diumumkan (siapa pemilik rekeningnya) karena UU-nya memang melarang untuk mengumumkan. Ancamannya lima tahun loh. Saya lihat semua sudah ditindak.

Kalau soal Munir, apakah berhenti kepada seorang purnawirawan jenderal bintang dua?

Ya kalau memang itu, ya sudah. Jangan lagi hukum digunakan untuk kepentingan politik. Artinya, dengan memanfaatkan isu ini, kita ingin orang-orang tertentu digaet. Itu namanya memaksakan. Jangan dicampurkan hukum dengan politik, atau memperalat hukum untuk politik. Pendekatan hukum itu adil. Tidak riil kalau kita menghukum orang hanya dikait-kaitkan. Penghukuman itu juga banyak, tidak hanya masuk penjara. Orang difitnah atau kasusnya tidak selesai itu juga penghukuman. Bareskrim yang menyidik, maka bareskrim yang tahu. Kita harus tegas, tak bisa ngalor-ngidul.

Apakah tidak ada beban menggantikan posisi yang ditinggalkan Bambang Hendarso yang kini menjadi Kapolri?

Mengapa beban kalau ini adalah tugas? Saya bertanggung jawab kepada Tuhan. Karena itu, di mana pun kita siap menjalankan tugas. Sejak saya dididik di akademi polisi, saya harus siap ditugaskan di mana saja. Misalnya, dijadikan komandan Brimob pun saya siap.

Keluhan masyarakat yang masuk ke Kompolnas soal polisi yang tertinggi adalah fungsi serse. Ada terobosan?

Seperti ditegaskan Kapolri. Kami akan meningkatkan pelayanan, bukan hanya orang lapor diterima, tapi juga penyelesaian kasus tepat waktu. Tidak berlala-lama dan ada kepastian hukum. Tidak ada lagi tersangka seumur hidup. Tidak menjadikan seseorang sebagai ATM (diperas, Red). Kalau tidak bersalah, ya dihentikan karena ini tidak dilarang dan diatur dalam KUHAP. Kalau ada bukti baru, ya dibuka. Kalau kita ngeyel dan tidak mau kalah, apa bedanya dengan suporter bola yang tidak mau timnya kalah? Penegakan hukum itu tidak selalu menang dan kalau kalah di-grounded. Kalau begini keadaannya, satu asas sudah hilang, yakni asas praduga tak bersalah. Kita tidak boleh apriori. Orang yang kita periksa sebagai tersangka itu bukan lawan kita. Tersangka juga pencari keadilan. Tapi, penyidik jelas, tidak boleh KKN dengan mereka yang diperiksa.

Soal ketidakprofesionalan penyidik dalam kasus Kemat cs, misalnya. Ada upaya supaya tidak terulang?

Dalam kasus ini, polisi sama sekali tidak salah karena menurut KUHAP jaksa bisa menolak penyidikan polisi. Mengapa jaksa menerima (berkas) polisi? Lalu, juga mengapa hakim (memutus) bersalah? Berarti ada yang salah dalam sistem penegakan hukum kita. Menghukum orang itu jelas, yakni berdasarkan fakta hukum yang ditemukan di depan persidangan. Jadi, kalau fakta di depan persidangan begitu (terbukti), ya dihukum. Seharusnya, janganlah jaksa (menuntut) dan hakim (memutuskan) berdasarkan berkas polisi. Ini yang selalu saya bicarakan di mana pun. Tapi, kalau ada pemukulan kepada pelaku, itu polisi salah.

Jadi?

Fungsi penyidikan itu kan hanya membuat terang apakah sebuah peristiwa itu pidana atau bukan seperti di KUHAP. Lalu, juga menentukan siapa tersangkanya. Titik.

Tapi, sekarang berkembang, (anggapan) polisi harus membuktikan tuduhannya. Kalau saya tanya, di mana KUHAP yang mewajibkan itu? Akibatnya, peradilan di Indonesia menjadi lama, berbelit-belit, mahal, dan tidak manusiawi.

Polisi tidak usah membuktikan. Dan, sesuai KUHAP, jaksa mengirimkan berkas ke pengadilan melalui surat yang berbunyi ''Untuk diperiksa dan diadili''. Karena itu, berkas di polisi itu tidak harus dua minggu. Sepuluh hari pun kelamaan dan tak perlu berkasnya tebal-tebal.

Tapi, sekarang berubah pengertiannya, meski pasalnya tidak berubah. Yang terjadi debat kusir antara polisi dan jaksa meski KUHAP-nya sudah benar.(Jawa Pos)



Tidak ada komentar: