Sabtu, Mei 17, 2008

Uang Saku Rp 75 Ribu per Hari, Tolak Fasilitas BUMN Miga




PROFIL KPK, Suara Indonesia News - Bagi pejabat negara, memang sudah lumrah menikmati dan merasakan fasilitas serba mewah manakala bertugas di daerah. Namun tidak demikian halnya dengan Antasari Azhar, Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Setiap kali bepergian ke daerah, ia dan rombongannya tak ubahnya seperti masyarakat biasa. Tidak ada pelayanan berlebihan layaknya pejabat negara lainnya. Apalagi pengawalan dari aparat yang identik dengan suara sirine yang meraung-raung di sepanjang jalan. Namun sosok bos KPK ini hanya terlihat biasa dan sederhana.
Andai kedatangannya ke Kaltim Senin (12/5) kemarin tak dibuntuti fotografer sejak di Bandara Sepinggan, mungkin orang tidak akan mengetahui bahwa pria ini adalah tokoh yang wajahnya sering menghiasi halaman-halaman koran.
Antasari dan rombongannya tiba di Bandara Sepinggan, sekitar pukul 12.00 Wita. Sesaat setelah keluar dari terminal kedatangan, ia beserta Direktur Pembinaan KPK Eko Ciptadi dan ajudannya, Fajar H Kuncoro, langsung menuju lounge keberangkatan bandara.
Di dalam lounge milik Blue Sky Hotel itu, rupanya ia lebih memilih duduk di ruang smoking area untuk merokok. Pesawat Pelita Air yang akan ditumpanginya menuju Bontang masih akan berangkat 2,5 jam lagi.
Di ruangan yang dikelilingi kaca tebal itu pun tidak nampak ada penjagaan yang berlebihan, baik dari TNI atau Polri. Beberapa orang dari PT Badak LNG hanya terlihat duduk di sekitarnya. Sesekali ada orang yang datang bersalaman dengannya, ia pun meladeninya. Rupanya jarang orang tahu bahwa pria berkacamata yang duduk di ruangan itu adalah orang yang selama ini ditakuti para koruptor.
Pukul 14.20, pesawat segera berangkat. Rombongan KPK mulai bergerak menuju ruang keberangkatan. Setibanya di apron bandara, sebuah bus sudah menantinya. Puluhan penumpang dengan tujuan yang sama pun berebut masuk.
Bus pengantar penumpang terlihat penuh. "Nunggu bus yang di belakang saja pak," ujar seorang yang mengantarkannya. "Ini aja, kenapa harus cari yang kosong," sahut Antasari.
Ia berhasil mendapat tempat duduk di bus, berdampingan dengan seorang ibu. Mereka terlibat obrolan ringan. Rupanya sang ibu tahu bila pria di sampingnya adalah Ketua KPK, dan tak pelak lagi Antasari dijadikan objek untuk foto bersama. Di dalam pesawat, Antasari duduk didampingi Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Eko Tjiptadi. Sesampainya di Bandara PT Badak, Bontang, beberapa pejabat daerah termasuk dari kejaksaan ikut menyalaminya.
Tak ada pengamanan atau pengawalan yang berlebihan menyambut kedatangan rombongan KPK ini. Bahkan semua biaya perjalanan dan akomodasi anggota KPK ini ditanggung sendiri.
"Kami datang kesini semuanya kami tanggung sendiri, tiket pesawat beli sendiri, bayar hotel sendiri dan makan pun juga bayar sendiri," kata Antasari. Padahal PT Badak LNG sebelumnya telah menyiapkan kendaraan penjemput dan bus untuk rombongan KPK.
Guntur Kusmeiyano, Fungsional Deputi Bidang Pencegahan KPK mengatakan, setiap perjalanan dan penyelanggaraan seperti ini, anggota KPK tidak diperbolehkan menerima pelayanan yang disediakan pemerintah daerah atau pengusaha setempat. Jadi semuanya murni dari dana KPK sendiri.
Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 12b Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang grativikasi. "Jadi pemberian dalam bentuk apapun, uang atau barang itu termasuk dalam grativikasi. Misalnya pejabat yang menerima uang atau barang dari pengusaha, maka harus segera mengembalikannya dalam waktu 30 hari. Bila tidak maka bisa dipidanakan," ujar Guntur.
Istilah yang disebut zero toleran inilah yang selalu dipegang anggota KPK dimanapun bertugas. Mekanisme dan sistem ini juga yang tengah digencarkan KPK, demi penghematan agar nantinya dana bisa dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat.
Bahkan untuk pejabat sekelas Ketua KPK seperti Antasari saja, uang saku setiap bepergian ke daerah hanya Rp 75.000 per hari. Untuk sekelas direktur sebesar Rp 60.000 per hari, dan untuk setingkat staf atau pegawai hanya Rp 50.000 per hari.
"Untuk setiap perjalanan dinas atau penyelenggaraan seperti ini kami mengenal at cost, yang besarannya disesuaikan dengan daerah yang akan kami tuju. Survei terhadap besar kecilnya biaya operasional ini biasanya kami sampaikan melalui telepon ke pusat. Jadi berapa besar kebutuhan kami di sini, termasuk penginapan dan perjalanan kami laporkan. Bahkan setiap makan pun kami minta kwitansi," ujar Guntur sembari menunjukkan bon-bon makan di dalam kantong plastiknya.
Sehingga setiap kali makan, entah itu pecel lele atau makanan apa saja yang ada di pinggir jalan, lanjut Guntur, kwitansinya selalu ia kumpulkan untuk diklaim saat kembali ke kantor pusat. Keadaan seperti itulah yang sedang digalakkan Antasari Azhar dalam setiap pemaparan atau talk show di depan para pimpinan perusahaan BUMN. Seperti yang ia sampaikan pada saat tayangan langsung LNG TV komplek PT Badak, Bontang. Menurut dia, sudah tidak sepatutnya lagi setiap pejabat yang datang mendapatkan fasilitas yang berlebihan, baik itu akomodasi dan transportasi. Karena meraka sudah mendapatkan Surat Perintah Perjalanan Dinas dari kantornya masing-masing.
"Bila perlu pada saat mengadakan seminar tidak perlu lagi ada makanan yang sudah dihidangkan di meja. Pada saat jam makan kan bisa saja ke warung-warung makan yang ada, tidak usah yang mewah-mewah. Ini kan sudah merupakan penghematan. Marilah kita hilangkan kesenjangan," kata Antasari, dalam sebuah kutipan talk shownya.
Bikin Orang Geleng-geleng Kepala
Fasilitas, akomodasi dan transportasi mewah sama sekali tidak terlihat dalam kunjungan ketua dan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ke Bontang, Kaltim, 12-13 Mei. Bahkan sejumlah karyawan PT Badak LNG pun sempat geleng-geleng melihat Ketua KPK Antasari Azhar dan rombongannya enggan menerima pelayanan yang telah disiapkan.
"Memang benar-benar luar biasa. Di jamu makan siang saja tidak mau, malah lebih memilih makan di rumah saudaranya," ujar seorang pegawai PT Badak yang enggan di sebut namanya. Usai menyaksikan penandatangan pakta integritas di Multipurpose Building (MPB), komplek PT Badak LNG, Bontang, rombongan KPK ini masih memiliki sisa waktu sekitar beberapa jam sebelum kembali ke Jakarta. Di sela-sela waktu yang tersisa itu, Antasari menyempatkan diri melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sebuah kantor kecamatan. Panitia telah menyiapkan kendaraan, namun lagi-lagi, Antasari lebih memilih menggunakan mobil Kijang sewaannya.
Seperti di tempat lain, di Kantor Kecamatan Bontang Selatan pun hampir tak ada yang mengenalnya sebagai tokoh yang ditakuti para koruptor. Padahal hampir setiap hari wajahnya muncul di layar televisi. Mida, seorang sekretaris kecamatan pun baru mengenal sosok Antasari sesaat setelah ia berjabat tangan. "Owh....ini bapak yang sering muncul di TV, saya baru tahu, ternyata Ketua KPK," katanya.
Selama di kantor itu, Antasari berbincang-bincang dengan warga yang sedang mengurus administrasi. "Bagaimana ibu, pelayanan di sini, apakah sudah baik? Dan ibu dikenakan biaya apa saja di kantor kecamatan ini?" tanya Antasari kepada seorang warga.
Sang ibu menjawab apa adanya sembari melontarkan senyum. Kendati sempat berbincang- bincang banyak, namun perempuan bernama Ningsih itu juga tidak mengenal bila pria di hadapannya adalah Ketua KPK.
Yang lucu dalam sidaknya itu adalah ketika Antasari menemukan seorang ibu yang sedang mengurus Kartu Keluarga (KK) baru. Anehnya, perempuan ini datang mengurus KK dengan membawa kartu pemilih. "Nah, ibu ini tidak salah. Makanya ia datang ke sini membawa kartu pemilih," ujar Antasari, sambil menggeleng-gelengkan kepala. Alasannya, syarat sebagai seorang pemilih dalam pilgub harus memiliki KTP.
Saat makan siang tiba, hidangan yang disiapkan panitia di MPB tampaknya tidak disentuh sedikit pun oleh rombongan KPK. Bahkan saking antinya terhadap segala bentuk layanan, Antasari lebih memilih makan siang di rumah adik iparnya, yang berada di perumahan tersebut. Adik iparnya, yang ditemui di ruang keberangkatan Bandara PT Badak, Bontang, enggan mengomentari hal itu. "Ya namanya saudara mas, kan kami tahu kalau bapak (Antasari) mau datang. Apalagi bapak tidak mau makan di tempat-tempat yang sudah disediakan," ujarnya.
Istilah zero tolerance itulah yang kerap dipegang teguh para pejabat KPK dimana pun bertugas. Berkali-kali Antasari mengingatkan, setiap pejabat negara dilarang menerima dan memanfaatkan pelayanan yang disediakan oleh setiap perusahaan manakala bertugas ke daerah. Karena setiap pejabat negara sudah dibekali dengan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dari kantornya.
"Bila ini sudah diterapkan di setiap perusahaan atau instansi kita, berapa besarnya penghematan yang dapat kita kembalikan lagi kepada rakyat. Uang untuk perjalanan dinas seperti ini kan berasal dari uang rakyat, jadi ya kita kembalikan lagi lah untuk rakyat," cetusnya.
Seperti yang tertuang dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK memiliki tugas dan fungsi koordinasi dengan instansi, yang terkait dengan tindak pidana korupsi (Tipikor). Kemudian supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam pemberantasan Tipikor. Selanjutnya adalah kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Tipikor. Yang terakhir adalah tindakan pencegahan dan monitoring terhadap Tipikor atau penyelenggaraan pemerintahan negara

Tidak ada komentar: