Selasa, Juni 17, 2008

Berita : Korupsi, Makassar Tertinggi di Sulsel dari 766 Pengaduan yang Diterima KPK



Suara Indonesia News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah menerima 766 pengaduan dari masyarakat, terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah ini. Dari jumlah itu, aduan tipikor yang diduga terjadi di Kota Makassar mendominasi. Jumlahnya 280 kasus.



Sebaliknya, Kabupaten Sinjai menempati posisi ternihil; hanya tiga kasus. Penegasan itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Haryono Umar, di Gedung DPRD Maros, Senin, 16 Juni. Haryono mengatakan hal tersebut, seusai mengikuti workshop "Meningkatkan Kapasitas Peran dan Fungsi DPRD Maros".




KPK cukup banyak menerima aduan dari masyarakat tentang kasus korupsi di Sulsel. Terhitung sejak 2004 hingga 2008, jumlahnya sudah mencapai 766 aduan,” ungkap Haryono, didampingi sejumlah staf KPK, kemarin.

Haryono menambahkan, selain Makassar dengan 280 laporan dugaan tipikor, pihaknya menerima pengaduan kasus serupa dari Tana Toraja dengan 38 kasus, disusul Parepare 35 kasus. "Kalau Maros ini berada di tengah-tengah," ucap Haryono, sembari menyebut ada 25 kasus yang diadukan masyarakat. Sayang, ia tidak membeberkan jenis kasus yang diterima KPK selama empat tahun terakhir.

Haryono menjelaskan, dari 766 kasus yang diadukan ini, 227 di antaranya ditengarai benar-benar merupakan tipikor. Delapan kasus kini sudah ditangani KPK. Sayangnya, lagi-lagi ia enggan membeberkan kasusnya secara detail.

Selain delapan yang ditangani KPK, 35 kasus sudah ditangani polisi, dan 45 kasus oleh kejaksaan. Sembilan sementara di Mahkamah Agung (MA), sepuluh di BPKP, serta lima BPK. "16 kini kasus yang ditangani pihak lain," terangnya tanpa menyebut pihak yang dimaksud.

Haryono menegaskan, KPK hanya menangani kasus di atas Rp1 miliar dan yang terlibat adalah penyelenggara negara. Inilah salah satu poin yang disampaikan kepada para legislator Butta Salewangan, Maros. Selain legislator, sejumlah eksekutif, termasuk Bupati Nadjamuddin Aminullah, juga sempat hadir.

Menanggapi banyaknya pengaduan kasus korupsi di Sulsel, Direktur LP Sibuk, Djusman AR mengatakan, apa yang dibeberkan KPK itu didasari validitas data. Apalagi, lanjut dia, itu menyangkut integritas lembaga tersebut.

Djusman juga mengakui bahwa baru-baru ini, mereka juga melaporkan delapan kasus. "Hanya saja, tentu tidak cukup kalau sekadar dibeberkan," katanya, malam tadi.

KPK menurut Djusman, harus bekerja sesuai fungsinya berdasarkan Pasal 4 Undang-undang No 30 tahun 2002. Dalam pasal itu, disebutkan bahwa KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Makanya, kaitannya dengan kasus-kasus yang dilaporkan, KPK harus meresponsnya dan menuntaskannya. Itu sebagai wujud penghargaan ke masyarakat.

"Banyaknya laporan ke KPK ini juga sebagai bahan introspeksi diri kepolisian dan kejaksaan bahwa selama ini mereka belum serius. Banyak kasus korupsi yang sudah memasuki tahun ketiga, namun belum rampung. Sebut misalnya kasus rektorat Unhas, kasus PT PBM Parepare, serta kasus Bupati Tator," tegas Djusman.

Makanya, lanjut Djusman, KPK tidak boleh sekadar menindak-lanjuti kasus yang baru dilaporkan. Mereka juga harus menindaklanjuti kasus-kasus lama. Itu sesuai fungsi atau kewenangan KPK seperti termaktub dalam pasal 9, di mana KPK punya kewenangan mengambil-alih kasus yang ditangani aparat hukum lainnya jika tidak ditindaklanjuti.

"Kalau tersendat dengan alasan tidak jelas, KPK punya kewenangan mengambil alih kasus lama. Pada Kepres No 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi hal ini juga sudah menenuhi syarat bagi KPK mengambil alih kasus lama. KPK bisa menyelidiki kenapa penanganan kasus bisa tertunda.

Bahkanm KPK punya kewenangan memeriksa aparatnya," jelas Djusman. Djusman menambahkan, berdasarkan UU No 31 tahun 1999 jo No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dari pasal ke pasal yang ada di UU ini secara tegas menginstruksikan dan mengamanatkan agar penanganan kasus korupsi menjadi prioritas.

"Bahkan seandainya ada 1000 kasus pidana lainnya dan kasus korupsi juga masuk, maka tetap saja harus diprioritaskan. Tentu dengan tidak menghentikan penanganan kasus lainnya," katanya.



Terkait sejumlah kasus di Makassar yang juga dilaporkan LP Sibuk, Djusman yakin dan menegaskan semuanya memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti ke penyelidikan dan penyidikan.

Namun, saat didesak kasus-kasus yang dilaporkan itu, Djusman mengatakan tak bisa membeberkannya sesuai kode etik.

"Jadi, wajar juga kalau KPK bungkam dan merahasiakan kasus yang ditangani. Sebab ini masih penyelidikan. Mereka tentu khawatir jika digembor-gemborkan, pelaku akan lakukan penyelamatan alat bukti. Intinya, kita berharap KPK tetap memperlihatkan kinerja yang benar dan memberikan kepastian hukum ke masyarakat," terang Djusman.***

Tidak ada komentar: